Saturday, March 10, 2012

A. SEJARAH ANGKLUNG
Angklung merupakan alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog. Dalam perkembangannya angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, yang kemudian sempat menyebar di sana. Sejak November 2010, angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.
Jumlah pemain angklung bisa dimainkan oleh sampai 50 orang, bahkan sampai 100 orang dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya seperti; piano, organ, gitar, drum, dan lain-lain. Selain sebagai alat kesenian, angklung juga bisa digunakan sebagai suvenir atau buah tangan setelah dihiasi berbagai asesoris lainnya.
B. MACAM MACAM ANGKLUNG
Angklung atau waditra terbuat dari ruas-ruas iaton. Cara memainkannya digoyangkan oleh tangan. Terdapat di seluruh daerah di Jawa Barat. Di Banten angklung dimainkan dalam upacara ngaseuk (menanam benih padi di iaton). Angklung grubag di Cipining, Bogor sebagai penghormatan terhadap Dewi Sri. Angklung bungko di Desa Bungko, Cirebon, dimainkan dalam upacara nadran dan sedekah bumi. Angklung buncis atau angklung badud di Ujungberung, Bandung, dimainkan untuk memeriahkan acara arak-arakan khitanan.
Angklung jinjing dan angklung degung sebagai hiburan. Angklung tradisional laras salendro seperti di Banten terdiri atas 4 buah rumpung (ancak), masing-masing bernama: king-king (yang terkecil), inclo (angklung kedua), panempas (angklung ketiga), dan angklung terbesar disebut gonggong. Lagu-lagu yang dimainkan, a.l.: “Ayun-ayunan”, “Bibi lenjang”, “Cik arileu”, “Hiah-hiah panjang”, “Jari gandang”, “keupat reundang”, Lili liyang”, “Nganteh”, “Ngasuh”, Oray-orayan”, “Pileu-leuyan”, “Pongpok”, “Salaela”, dan “Yandi bibi”. Di Kanekes tanpa vocal, di Panamping diperbolehkan mempergunakan lirik lagu berupa susualan. Di Tasikmalaya ada yang disebut angklung séréd, semacam perlombaan angklung antara dua kelompok anak-anak.
Di daerah Banten ada yang di sebut ngadu angklung. Selain sebagai hiburan, waditra tersebut biasa dipergunakan oleh orang yang minta-minta sebagai sarana pencari nafkah. Bersumber dari orang inilah, ujo ngalagena mengembangkan angklungnya hingga mendirikan Saung Angklung yang merupakan salah satu obyek pariwisata di Bandung. Ia mengembangkan angklung yang berlaras salendro, pelog, dan madenda, berbeda dengan angklung daeng yang iatonic. Angklung dipergunakan dalam pertunjukan ogel. Dalam perkembangan selanjutnya, angklung sering dimainkan secara iaton (biasanya oleh anak-anak sekolah) dalam rangka menyambut tamu iaton, memeriahkan hari-hari nasional, dsb., tapi yang iatonic.
Angklung Buncis
Rombongan angklung yang biasa memainkan lagu “Buncis”, disamping lagu-lagu lainnya. Angklungnya ada 9 buah, masing-masing disebut (1) singgul, (2) Jongjrong, (3) Ambrung, (4) Ambrung panerus, (5) Pancer, (6) Pancer panerus, (7) Engklok, (8) Roel dan (9) Roel panerus. Dilengkapi dengan rombongan penabuh dogdog terdiri dari empat buah dogdog yang garis tengahnya berbeda, dari yang terkecil berukuran 25 cm, makin besar sampai yang berukuran 45 cm, dinamakan (1) tilingtit, (2) panempas, (3) jongjrong, dan (4) bangbrang atau badugblag yang terbesar. Disamping itu ada pula peniup terompet kendangpenca. Para pemain angklung menabuh waditranya sambil bergerak dengan langkah beragam, seperti banting suku, tenggeng, tenggang, ban karet dan angkog. Kadang-kadang ada juga yang memainkan angklungnya sambil terlentang.
Sedangkan para penabuh dogdog dan terompet tidak diharuskan melakukan langkah-langkah demikian, cukup berdiri atau melangkah kecil mundur atau maju. Mereka bernyanyi silih berganti sambil melawak. Kecuali lagu “Buncis”, lagu lain yang biasa dimainkan ialah “Badud” dan “Tonggeret”. Angklung Buncis terdapat di Ciwidey, Ujungberung, Bandung. Biasanya dipertunjukkan pada hajatan, hari raya nasional, pesta desa seperti sehabis panen, dan lain lain.

Angklung Bungko
Angklung yang disertai tarian, dimainkan pada saat upacara nadran, ngunjung ke Gunung Jati dan sedekah bumi, serta kaulan (nazar), terdapat di Desa Bungko yang terletak di perbatasan Cirebon dengan Indramayu (25 km dari kota Cirebon di tepi Laut Jawa). Nadran merupakan upacara tradisional masyarakat nelayan setempat diselenggarakan setiap tahun. Pada kesempatan tersebut angklung bungko amat berperan dari mulai pelaksanaan upacara dari pantai ke tengah laut hingga kembali ke pantai. Angklung bungko terdiri dari tiga buah angklung yang karena tuanya (dipercaya sudah 600 tahun) tidak bernada lagi jadi tidak dipakai, hanya dalam setiap pagelaran selalu harus ada, sedang waditra lainnya terdiri dari tiga buah ketuk, sebuah gong besar, dan sebuah kendang besar. Tarian yang diiringinya adalah tari manji, bantoloyo, ayam alas, dan bebek ngoyor. Para penarinya laki-laki semua. Mereka berbaris lurus mengenakan ikat kepala dari batik, kaos oblong putih, KERIS, kain batik, serta SODER. Tariannya sangat halus dan statis memberikan kesan tenang, sedang tabuhannya kadang- kadang bergemuruh. Gerak tarian terdiri dari lambaian lengan, sedang kaki kadang-kadang menekuk sampai rendah sekali. Gerakan kepala tenang tapi air muka penari lebih tepat jika disebut tegang. Keseluruhannya iaton kesan orang yang sedang bersiap-siap berangkat ke medan perang atau ke laut luas. Suasana laut, ombak, dan bunyi kayuhan terpancar dari seluruh gerak tubuh yang turun naik serempak dengan tenang serta lambaian lengan. Atas gagasan tokoh masyarakat yang berhasil menumpas bajak laut serta bijaksana yaitu Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, angklung bungko tetap dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai salah satu alat untuk menyebarkan agama Islam. Hingga sekarang angklung bungko terus hidup.

Angklung Pa Daéng
Angklung yang diciptakan oleh Daeng Sutigna. Mula-mula sebagai alat yang berguna dalam pendidikan bekerja sama dan disiplin anak-anak. Berlainan dengan angklung tradisional, angklung Daeng bertangganada iatonic sehingga dapat menyebar ke seluruh daerah Indonesia, bahkan juga ke luar negeri.
Angklung Gubrag
Perangkat angklung yang terdapat di kampong Cipining, desa Argapura, kecamatan Cigudeg, Bogor. Ditabuh terutama sehubungan dengan ritual penanaman padi. Dipercaya mempersubur pertumbuhannya. Terdiri dari 9 buah angklung yang besarnya berurutan dan dua buah dogdog lojor, yaitu 3 buah angklung kecil yang disebut roel, salah sebuah dipegang oleh dalang; 2 buah angklung kurulung, 2 buah angklung engklok, 2 buah angklung gangling dan 2 buah dogdog lojor yang berfungsi sebagai gendang.
Permainannya terdiri dari tiga adegan, yaitu (1) Iring-iringan, rombongan menabuh sambil berjalan, lagunya Goyong-goyong, memberikan kesan gagah; (2) Nyanyian, yang tidak selamanya diiringi oleh angklung. Dalang menyanyi sambil berjongkok, dan angklung ditabuh sambil berdiri, lagu yang pertama Adulilang Sri Lima (ditujukan kepada Dewi Sri), lagu kedua Kidung Sulanjana yang liriknya mengenai pendidikan budi pekerti bernafaskan Islam dan (3) Ngadu (bertanding): semua pemain berdiri sambil menabuh tapi tidak menari. Yang bergerak hanyalah penabuh dogdog lojor yang sambil menabuh dogdog masing-masing berusaha menyentuh kepala kulit dogdog lawannya. Angklung gubrag dimainkan pada upacara seren taun di kampungnya sendiri, tapi kadang-kadang bermain juga di luar kampungnya untuk merayakan hajatan keluarga, perhelatan hari raya dll., namun selalu harus didahului dengan bermain di kampungnya sendiri.
Angkog
Ragam langkah dalam permainan rakyat seperti pada permainan angklung buncis dari Ujungberung, Bandung. Arti kata angkog ialah melangkah sambil berlutut. Langkah demikian dilakukan oleh pemain angklung sambil terus membunyikan waditranya. Langkah angkog cukup sulit dan memerlukan latihan khusus yang cukup lama. Angkog terdapat pada adegan ketika pemain angklung habis berbaring sambil terus membunyikan angklung dalam pola lantai berbentuk lingkaran. Angkog dilakukan setelah para pemain yang berbaring itu berdiri. Pola lantai langkah angkog pun berbentuk lingkaran juga.
Kesulitannya ialah karena selain memerlukan otot betis dan otot paha yang kuat, juga karena setiap orang yang melakukannya tidak sama jarak “langkah”nya dan dengan demikian akan mendorong dan mendesak pemain yang lebih pendek “langkah”nya yang berada di depannya.


C. PEMBUATAN ANGKLUNG
1. Memilih Bambu
Bambu adalah bahan baku dari Angklung. Dipilih berdasarkan usia yaitu minimal 4 tahun dan tidak lebih dari 6 tahun dan dipotong pada musim kemarau dari pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore hari. Setelah memotong dasar dari pohon bambu, dengan ukuran kurang lebih 2-3 jengkaldari permukaan tanah, bambu harus disimpan selama sekitar 1 minggu, sehingga bambu benar2 tidak berisi air.
Setelah seminggu, bambu harus dipisahkan dari cabang-cabangnya. Dan dipotong menjadi berbagai ukuran tertentu. Kemudian, bambu harus disimpan selama sekitar satu tahun untuk mencegah dari gangguan hama. Beberapa prosedur adalah: dengan cara merendam bambu di genangan lumpur, kolam atau sungai, juga bisa dengan cara diasapi di perapian (diunun), dan prosedur modern: dengan menggunakan formula cairan kimia tertentu.

2. Bagian-Bagian Angklung
Angklung terdiri dari 3 bagian:
 Tabung Suara, yaitu bagian terpenting dari suatu Angklung, adalah tabung suara yang menghasilkan intonasi. Proses setem dapat menghasilkan intonasi.
 Kerangka, yaitu kerangka tabung untuk tempat berdiri di.
 Dasar, yaitu berfungsi sebagai kerangka tabung suara.

3. Proses Penyeteman
 Pembentukan tabung suara, adalah proses membentuk bambu menjadi sebilah tabung suara.
 Proses Penyeteman, adalah proses meniup bagian bawah tabung angklung dan menyamakan suaranya ke alat tuner.
 Proses utama dari penyeteman, adalah proses penyeteman suara dengan meninggikan dan menurunkan nada dengan membunyikan nadanya. Dan ini juga merupakan proses meninggikan nada dengan memotong bagian atasnya sedikit, dan menurunkan nada dengan menyerut kedua sisi bilah tabung dengan pisau.

Cara menggunakan alat Tuner:
 Untuk menggunakan tuner, kita harus memperhatikan baik dari lampu di sebelah kiri dan kanan dari panel, dan juga jarum penunjuk.
 Sebagai contoh, jika Anda akan membuat sebuah nada “F”, anda harus menggoyangkan angklung sembari memperhatikan baik dari lampu yang akan menyala bersamaan, dan untuk jarum penunjuk yang akan menunjukkan angka “F”.
4. Tahap Akhir
Setelah masing-masing tabung suara memiliki nada, tabung harus diletakkan ke dalam rangka dan diikat dengan tali rotan.
5. Pemeliharaan
a. Menala / Men-stem Angklung

1. Apabila suara Angklung menjadi lebih tinggi, hendaknya daun Angklung (sisi A) diraut dengan pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki.
2. Apabila suara Angklung menjadi lebih rendah, hendaknya ujung Angklung (sisi B) dipotong sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali.
b. Penyimpanan dan Pemeliharaan Angklung
Untuk dimaklumi bahwa Angklung terbuat dari bahan bambu, konstruksi atau kekuatannya tidak seperti bahan logam, sehingga perlu pemeliharaan dan penyimpanan yang baik. Angklung yang baik terbuat dari bahan bambu yang telah melewati proses quality control yang baik. Lama penyimpanan bambu sebelum diproses menjadi Angklung sedikitnya harus berumur satu tahun. Proses pengeringan bambu ini berfungsi agar Angklung yang dibuat menghasilkan suaranya tepat/nyaring dan tidak mudah terkena hama rayap. Usia Angklung apabila perawatannya baik dapat mencapai 10 tahun.
Berikut adalah langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk memelihara instrument Angklung:
 Begitu Angklung tiba di tempat yang baru, segeralah buka dan gantungkan pada tiang standard yang telah disediakan. Penyimpanan dalam kardus/tempat tertutup lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan perubahan suara dan penjamuran pada bambu.
 Penyimpanan Angklung sebaiknya dengan cara digantung, tidak ditumpuk.
 Penyimpanan Angklung haruslah di tempat kering dan tidak lembab dengan temperatur berkisar 25 – 33 C.
 Jangan simpan Angklung di tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari/hujan secara langsung.
 Untuk memelihara Angklung dari penjamuran dan rayap, gunakan obat anti rayap dan jamur produksi SAU secara teratur 2 minggu sekali dengan proses penyemprotan.
 Untuk menjaga kualitas suara lakukanlah penalaan/re-tuning Angklung secara berkala. Perpindahan Angklung dari tempat kami (Saung Angklung Udjo) ke tempat baru (tempat pembeli) akan sedikit mempengaruhi suara (biasanya naik sekitar 30 Hz), karena kondisi suhu udara tidak sama. Untuk mengatasi hal ini, stem ulang (re-stem) perlu dilakukan.
 Bagi Angklung yang disimpan di daerah panas dengan suhu temperatur >30 C terkadang menyebabkan sedikit retak pada pangkal tabung. Hal ini tidak mengganggu suara, dan penanganannya cukup diberikan lem kayu.



D. MEMAINKAN ANGKLUNG
 Cara Memainkan Angklung
Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut:
1. Cara Memegang Angklung
Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal maka diperlakukan sebaliknya):
 Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas menggetarkan angklung.
 Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul pertemuan dua tiang angklung vertikal dan horisontal (yang berada di tengah), sehingga angklung dipegang tepat di tengah-tengah. Hal ini dapat dilakukan baik dengan genggaman tangan dengan telapak tangan mengahdap ke atas atau pun ke bawah.
 Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh, dengan jarak angklung dari tubuh cukup jauh (siku tangan kiri hampir lurus), agar angklung dapat digetarkan dengan baik dan maksimal.
 Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung (horisontal) dan siap menggetarkan angklung.
2. Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung
Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan cara memegang angklung sebagai berikut:
Angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pada posisi yang lebih dekat ke tubuh, baik dengan cara dimasukkan ke dalam lengan (jika angklung melodi besar atau yang masuk ke dalam lengan pemain) di posisi lengan bawah, atau dimasukkan ke dalam jari tangan kiri sehingga angklung sisanya dapat dipegang juga oleh jari tangan kiri lainnya dan masing-masing angklung dapat dimainkan dengan sempurna dan baik.
3. Cara Membunyikan Angklung
 Angklung digetarkan oleh tangan kanan, dengan getaran ke kiri dan ke kanan, dengan posisi angklung tetap tegak (horisontal), tidak miring agar suara angklung angklung rata dan nyaring.
 Sewaktu angklung digetarkan, sebaiknya dilakukan dengan frekuensi getaran yang cukup sering, sehingga suara angklung lebih halus dan rata.
 Meskipun memainkan angklung bisa sambil duduk, tetapi disarankan pemain memainkan angklung sambil berdiri agar hasil permainan lebih baik.
 Disarankan juga pada saat memulai latihan, dapat dimulai dengan latihan pemanasan, yaitu membunyikan angklung bersama-sama dengan melatih nada-nada pendek dan panjang secara bersama selama tiga sampai lima menit setiap latihan.
 Beberapa Cara Memainkan Angklung
Sekurang-kurangnya terdapat dua cara yang paling umum tentang memainkan alat musik angklung, yaitu dengan digatarkan dan dipukul (dibunyikan putus-putus atau centok). Berikut disampaikan bberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk bermain angklung dengan baik.
1. Menggetarkan Angklung
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.
2. Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)
Angklung tidak digtarkan, melainkan dipukul ujung tabung dasar (horisontal)-nya oleh telapak tangan kanan untuk menghasilkan centok (seperti suara pukulan). Hal ini berguna untuk memainkan nada-nada pendek seperti tanda musik pizzicato.
3. Tengkep
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, tetapi tidak seperti biasanya tabung kecilnya ditutup oleh salah satu jari tangan kiri sehingga tidak berbunyi (yang berbunyi hanya tabung yng besar saja). Hal ini dimaksudkan supaya dapat dihasilkan nada yang lebih halus sesui keperluan musik yang akan dimainkan (misalkan untuk tanda dinamika piano).
4. Nyambung
Seperti disampaikan oleh guru angklung diatonis Bapak Daeng Soetigna, maka dianjurkan untuk membunyikan nada angklung secara nyambung. Hal ini dilkukan dengan teknik sebagai berikut: bila ada dua nada yang dimainkan secara berturutan, maka agar terdengar nyambung maka nada yang dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada kedua mulai dimainkan, nada pertama masih berbunyi sedikit, sehingga alunan nadanya terdengar nyambung dan tidak putus.
5. Dinamika (keras dan pelan)
Sesuai kebutuhan lagu, angklung dapat dimainkan pelan (piano) atas keras (forte). Disarankan untuk kedua jenis dinamika ini sebaiknya frekuensi getaran angklung per detik tetap sama jumlahnya, sedangkan yang berbeda adalah jarak ayunan angklung oleh tangan kanan yang selanjutnya akan menentukan amplituda getaran dan menyebabkan keras atau pelannya lnada yang dimainkan.
 Cara Memainkan Angklung Melodi dan Akompanyemen
Cara bermain angklung di atas ditujukan untuk angklung melodi. Selain angklung melodi, terdapat angklung akompanyemen yang terdiri atas nada akor. Angklung ini dimainkan sesuai akor lagu, dan dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu digetarkan dan ditengkep.

Untuk teknik memainkan angklung akompanyemen dengan metoda centok (pukul), dapat dilakukan bersama dengn alat musik bass (bisa bass petik seperti cello/biola dengan ukuran besar) atau bass pukul (dari tabung angklung berukuran sangat besar). Teknik memainkannya mengikuti pola ritmik lagu seperti misalnya poila waltz ( 0 X X) atau mars ( 0X 0X 0X 0X), dengan keterangan 0 untuk memainkan bass dan X untuk memainkan angklung akompanyemen.

Sebagai catatan tambahan, umumnya angklung akompanyemen mayor terdiri atas empat tabung dengan menyertakan nada septime (7)-nya, sehingga jika dibutuhkn untuk memainkan akor mayor murni maka nada septimenya sebaiknya tidak dimainkan (ditengkep) sesuai keperluan lagu. Angklung ko-akompanyemen adalah angklung akompanymen dengan susunan nada lebih tinggi satu oktaf. Biasanya angklung ini dimainkan bersahutan akompanyemen atau bersamaan dengan angklung akompanyemen, atau dimainkan secara khusus untuk jenis musik tertentu seperti keroncong.
E. NADA DALAM ANGKLUNG
Nada pada Alat Angklung terdiri dari:
 8(Delapan) Nada, yang terdiri dari; Nada c, d, e, f, g, a dan c dengan jumlah keseluruhan 8(delapan) Nada paling tinggi. Khusus untuk angklung jenis ini biasa digunakan untuk anak TK (Taman Kanak-kanak) karena ukurannya yang cukup kecil dan angklung jenis ini merupakan tingkatan nada yang paling/sangat tinggi, tidak ada ukuran angklung lagi yang paling tinggi selain jenis angklung yang ini. Jika ingin digunakan untuk anak SD (Sekolah Dasar) spesifikasinya hampir sama dengan angklung 8(delapan) nada untuk anak TK, hanya saja ukuran(size) angklung lebih besar dari ukuran TK. Angklung ukuran paling besar pada angklung TK, maka pada angklung SD merupakan ukuran paling kecil. Nada di hasilkan pada Angklung SD lebih rendah dari angklung untuk anak TK, semakin kecil angklung maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi dan semakin besar ukuran angklung maka nada yang dihasilkan akan semakin rendah;
 15(Lima Belas) Nada, merupakan penggabungan dari nada TK dan nada SD dijadikan satu, maka akan menghasilkan jumlah dana sebanyak 15 Nada yang terdiri dari; C, D, E, F, G, A, B, C - c, d, e, f, g, a, b, c;
 18(Delapan Belas) Nada, Untuk jumlah nada pada angklung ini hanya diberikan tambahan 3(tiga) buah nada dari angklung 15 nada, yaitu nada G, A, dan B Lebih Rendah;
 22 Nada, Untuk jumlah nada pada angklung ini juga, hanya diberikan tambahan 4(empat) buah nada dari angklung 18 nada, yaitu nada C, D, E dan F Lebih Rendah;
 37 Nada melodi terdiri dari : C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B, - C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B,- C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B, C;
 42 Nada Melodi Lengkap, hanya diberikan tambahan 5(lima) buah nada yang terdiri dari; Nada G,G# A,A# dan B dari angklung 37 nada.
 43 Nada, khusus untuk angklung jenis ini jumlah nada yang digunakan terdiri dari : 37 nada melodi dan ditambah dengan 6(enam) nada pengiring: G-mayor, F-mayor, C-mayor dan A-minor, D-minor dan E-minor.
 59 Nada, Untuk angklung jenis ini hanya diberikan tambahan nada pengiring yang terdiri dari C7, F7, G7 dan A7 sebagai pelengkap. Pada angklung jenis ini pengiring dibuatkan standar yang terpisah. Sehingga untuk angklung 59 nada terdiri dari; 42 nada melodi dan 17 nada pengiring dengan standar tiang penyangga yang terpisah.
Teori Dasar Diatonis atau Diatonik biasa dikenal dengan nada-nada sebagai berikut: do, re, mi, fa, sol, la, si, do, atua jika menggunakan angka maka akan menjadi 1,2,3,4,5,6,7 Skala diatonik disusun oleh delapan not dalam satu inteval tertentu atau 8 nada dasar biasa disebut dengan kumpulan nada satu oktaf.




Tangga nada pentatonik/pentatonis (pentatonic scale)
Bila ada mendengarkan lagu yang berjudul "My Girl" dari the Temptations atau intro lagunya BIP yang berjudul "1001 Puisi"(bar/birama pertama) misalnya, maka anda sedang mendengarkan tangga nada pentatonik.
Pentatonik berasal dari kata penta(5) dan tonic(nada). Pentatonic dibentuk dengan mengurangkan nada ke 4 dan ke 7 dari struktur oktaf 8 nada. Bila kita ambil C sebagai nada dasarnya, maka notnya akan menjadi C,D,E,G,A
Sedangkan untuk tangga nada pentatonik /pentatonis banyak digunakan dalam alunan musik modern maupun tradisional di berbagai negara di dunia ini. Di Indonesia sendiri, kita dapat membandingkannya dengan alat musik tradisional gamelan dalam alat musik gamelan jawa, mempunyai tangga nada pentatonik, misalnya laras(tangga nada) slendro, dengan bentuk polanya sebagi berikut, yaitu: 1,2,3,5,6 tanpa menggunakan nada 4 (fa) dan 7(do tinggi) disebut dengan ji, ro, lu, mo, nem berulang tiap lima nada, naik atau turun.

No comments:

Post a Comment