Saturday, March 10, 2012

A. SEJARAH ANGKLUNG
Angklung merupakan alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog. Dalam perkembangannya angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, yang kemudian sempat menyebar di sana. Sejak November 2010, angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.
Jumlah pemain angklung bisa dimainkan oleh sampai 50 orang, bahkan sampai 100 orang dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya seperti; piano, organ, gitar, drum, dan lain-lain. Selain sebagai alat kesenian, angklung juga bisa digunakan sebagai suvenir atau buah tangan setelah dihiasi berbagai asesoris lainnya.
B. MACAM MACAM ANGKLUNG
Angklung atau waditra terbuat dari ruas-ruas iaton. Cara memainkannya digoyangkan oleh tangan. Terdapat di seluruh daerah di Jawa Barat. Di Banten angklung dimainkan dalam upacara ngaseuk (menanam benih padi di iaton). Angklung grubag di Cipining, Bogor sebagai penghormatan terhadap Dewi Sri. Angklung bungko di Desa Bungko, Cirebon, dimainkan dalam upacara nadran dan sedekah bumi. Angklung buncis atau angklung badud di Ujungberung, Bandung, dimainkan untuk memeriahkan acara arak-arakan khitanan.
Angklung jinjing dan angklung degung sebagai hiburan. Angklung tradisional laras salendro seperti di Banten terdiri atas 4 buah rumpung (ancak), masing-masing bernama: king-king (yang terkecil), inclo (angklung kedua), panempas (angklung ketiga), dan angklung terbesar disebut gonggong. Lagu-lagu yang dimainkan, a.l.: “Ayun-ayunan”, “Bibi lenjang”, “Cik arileu”, “Hiah-hiah panjang”, “Jari gandang”, “keupat reundang”, Lili liyang”, “Nganteh”, “Ngasuh”, Oray-orayan”, “Pileu-leuyan”, “Pongpok”, “Salaela”, dan “Yandi bibi”. Di Kanekes tanpa vocal, di Panamping diperbolehkan mempergunakan lirik lagu berupa susualan. Di Tasikmalaya ada yang disebut angklung séréd, semacam perlombaan angklung antara dua kelompok anak-anak.
Di daerah Banten ada yang di sebut ngadu angklung. Selain sebagai hiburan, waditra tersebut biasa dipergunakan oleh orang yang minta-minta sebagai sarana pencari nafkah. Bersumber dari orang inilah, ujo ngalagena mengembangkan angklungnya hingga mendirikan Saung Angklung yang merupakan salah satu obyek pariwisata di Bandung. Ia mengembangkan angklung yang berlaras salendro, pelog, dan madenda, berbeda dengan angklung daeng yang iatonic. Angklung dipergunakan dalam pertunjukan ogel. Dalam perkembangan selanjutnya, angklung sering dimainkan secara iaton (biasanya oleh anak-anak sekolah) dalam rangka menyambut tamu iaton, memeriahkan hari-hari nasional, dsb., tapi yang iatonic.
Angklung Buncis
Rombongan angklung yang biasa memainkan lagu “Buncis”, disamping lagu-lagu lainnya. Angklungnya ada 9 buah, masing-masing disebut (1) singgul, (2) Jongjrong, (3) Ambrung, (4) Ambrung panerus, (5) Pancer, (6) Pancer panerus, (7) Engklok, (8) Roel dan (9) Roel panerus. Dilengkapi dengan rombongan penabuh dogdog terdiri dari empat buah dogdog yang garis tengahnya berbeda, dari yang terkecil berukuran 25 cm, makin besar sampai yang berukuran 45 cm, dinamakan (1) tilingtit, (2) panempas, (3) jongjrong, dan (4) bangbrang atau badugblag yang terbesar. Disamping itu ada pula peniup terompet kendangpenca. Para pemain angklung menabuh waditranya sambil bergerak dengan langkah beragam, seperti banting suku, tenggeng, tenggang, ban karet dan angkog. Kadang-kadang ada juga yang memainkan angklungnya sambil terlentang.
Sedangkan para penabuh dogdog dan terompet tidak diharuskan melakukan langkah-langkah demikian, cukup berdiri atau melangkah kecil mundur atau maju. Mereka bernyanyi silih berganti sambil melawak. Kecuali lagu “Buncis”, lagu lain yang biasa dimainkan ialah “Badud” dan “Tonggeret”. Angklung Buncis terdapat di Ciwidey, Ujungberung, Bandung. Biasanya dipertunjukkan pada hajatan, hari raya nasional, pesta desa seperti sehabis panen, dan lain lain.

Angklung Bungko
Angklung yang disertai tarian, dimainkan pada saat upacara nadran, ngunjung ke Gunung Jati dan sedekah bumi, serta kaulan (nazar), terdapat di Desa Bungko yang terletak di perbatasan Cirebon dengan Indramayu (25 km dari kota Cirebon di tepi Laut Jawa). Nadran merupakan upacara tradisional masyarakat nelayan setempat diselenggarakan setiap tahun. Pada kesempatan tersebut angklung bungko amat berperan dari mulai pelaksanaan upacara dari pantai ke tengah laut hingga kembali ke pantai. Angklung bungko terdiri dari tiga buah angklung yang karena tuanya (dipercaya sudah 600 tahun) tidak bernada lagi jadi tidak dipakai, hanya dalam setiap pagelaran selalu harus ada, sedang waditra lainnya terdiri dari tiga buah ketuk, sebuah gong besar, dan sebuah kendang besar. Tarian yang diiringinya adalah tari manji, bantoloyo, ayam alas, dan bebek ngoyor. Para penarinya laki-laki semua. Mereka berbaris lurus mengenakan ikat kepala dari batik, kaos oblong putih, KERIS, kain batik, serta SODER. Tariannya sangat halus dan statis memberikan kesan tenang, sedang tabuhannya kadang- kadang bergemuruh. Gerak tarian terdiri dari lambaian lengan, sedang kaki kadang-kadang menekuk sampai rendah sekali. Gerakan kepala tenang tapi air muka penari lebih tepat jika disebut tegang. Keseluruhannya iaton kesan orang yang sedang bersiap-siap berangkat ke medan perang atau ke laut luas. Suasana laut, ombak, dan bunyi kayuhan terpancar dari seluruh gerak tubuh yang turun naik serempak dengan tenang serta lambaian lengan. Atas gagasan tokoh masyarakat yang berhasil menumpas bajak laut serta bijaksana yaitu Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, angklung bungko tetap dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai salah satu alat untuk menyebarkan agama Islam. Hingga sekarang angklung bungko terus hidup.

Angklung Pa Daéng
Angklung yang diciptakan oleh Daeng Sutigna. Mula-mula sebagai alat yang berguna dalam pendidikan bekerja sama dan disiplin anak-anak. Berlainan dengan angklung tradisional, angklung Daeng bertangganada iatonic sehingga dapat menyebar ke seluruh daerah Indonesia, bahkan juga ke luar negeri.
Angklung Gubrag
Perangkat angklung yang terdapat di kampong Cipining, desa Argapura, kecamatan Cigudeg, Bogor. Ditabuh terutama sehubungan dengan ritual penanaman padi. Dipercaya mempersubur pertumbuhannya. Terdiri dari 9 buah angklung yang besarnya berurutan dan dua buah dogdog lojor, yaitu 3 buah angklung kecil yang disebut roel, salah sebuah dipegang oleh dalang; 2 buah angklung kurulung, 2 buah angklung engklok, 2 buah angklung gangling dan 2 buah dogdog lojor yang berfungsi sebagai gendang.
Permainannya terdiri dari tiga adegan, yaitu (1) Iring-iringan, rombongan menabuh sambil berjalan, lagunya Goyong-goyong, memberikan kesan gagah; (2) Nyanyian, yang tidak selamanya diiringi oleh angklung. Dalang menyanyi sambil berjongkok, dan angklung ditabuh sambil berdiri, lagu yang pertama Adulilang Sri Lima (ditujukan kepada Dewi Sri), lagu kedua Kidung Sulanjana yang liriknya mengenai pendidikan budi pekerti bernafaskan Islam dan (3) Ngadu (bertanding): semua pemain berdiri sambil menabuh tapi tidak menari. Yang bergerak hanyalah penabuh dogdog lojor yang sambil menabuh dogdog masing-masing berusaha menyentuh kepala kulit dogdog lawannya. Angklung gubrag dimainkan pada upacara seren taun di kampungnya sendiri, tapi kadang-kadang bermain juga di luar kampungnya untuk merayakan hajatan keluarga, perhelatan hari raya dll., namun selalu harus didahului dengan bermain di kampungnya sendiri.
Angkog
Ragam langkah dalam permainan rakyat seperti pada permainan angklung buncis dari Ujungberung, Bandung. Arti kata angkog ialah melangkah sambil berlutut. Langkah demikian dilakukan oleh pemain angklung sambil terus membunyikan waditranya. Langkah angkog cukup sulit dan memerlukan latihan khusus yang cukup lama. Angkog terdapat pada adegan ketika pemain angklung habis berbaring sambil terus membunyikan angklung dalam pola lantai berbentuk lingkaran. Angkog dilakukan setelah para pemain yang berbaring itu berdiri. Pola lantai langkah angkog pun berbentuk lingkaran juga.
Kesulitannya ialah karena selain memerlukan otot betis dan otot paha yang kuat, juga karena setiap orang yang melakukannya tidak sama jarak “langkah”nya dan dengan demikian akan mendorong dan mendesak pemain yang lebih pendek “langkah”nya yang berada di depannya.


C. PEMBUATAN ANGKLUNG
1. Memilih Bambu
Bambu adalah bahan baku dari Angklung. Dipilih berdasarkan usia yaitu minimal 4 tahun dan tidak lebih dari 6 tahun dan dipotong pada musim kemarau dari pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore hari. Setelah memotong dasar dari pohon bambu, dengan ukuran kurang lebih 2-3 jengkaldari permukaan tanah, bambu harus disimpan selama sekitar 1 minggu, sehingga bambu benar2 tidak berisi air.
Setelah seminggu, bambu harus dipisahkan dari cabang-cabangnya. Dan dipotong menjadi berbagai ukuran tertentu. Kemudian, bambu harus disimpan selama sekitar satu tahun untuk mencegah dari gangguan hama. Beberapa prosedur adalah: dengan cara merendam bambu di genangan lumpur, kolam atau sungai, juga bisa dengan cara diasapi di perapian (diunun), dan prosedur modern: dengan menggunakan formula cairan kimia tertentu.

2. Bagian-Bagian Angklung
Angklung terdiri dari 3 bagian:
 Tabung Suara, yaitu bagian terpenting dari suatu Angklung, adalah tabung suara yang menghasilkan intonasi. Proses setem dapat menghasilkan intonasi.
 Kerangka, yaitu kerangka tabung untuk tempat berdiri di.
 Dasar, yaitu berfungsi sebagai kerangka tabung suara.

3. Proses Penyeteman
 Pembentukan tabung suara, adalah proses membentuk bambu menjadi sebilah tabung suara.
 Proses Penyeteman, adalah proses meniup bagian bawah tabung angklung dan menyamakan suaranya ke alat tuner.
 Proses utama dari penyeteman, adalah proses penyeteman suara dengan meninggikan dan menurunkan nada dengan membunyikan nadanya. Dan ini juga merupakan proses meninggikan nada dengan memotong bagian atasnya sedikit, dan menurunkan nada dengan menyerut kedua sisi bilah tabung dengan pisau.

Cara menggunakan alat Tuner:
 Untuk menggunakan tuner, kita harus memperhatikan baik dari lampu di sebelah kiri dan kanan dari panel, dan juga jarum penunjuk.
 Sebagai contoh, jika Anda akan membuat sebuah nada “F”, anda harus menggoyangkan angklung sembari memperhatikan baik dari lampu yang akan menyala bersamaan, dan untuk jarum penunjuk yang akan menunjukkan angka “F”.
4. Tahap Akhir
Setelah masing-masing tabung suara memiliki nada, tabung harus diletakkan ke dalam rangka dan diikat dengan tali rotan.
5. Pemeliharaan
a. Menala / Men-stem Angklung

1. Apabila suara Angklung menjadi lebih tinggi, hendaknya daun Angklung (sisi A) diraut dengan pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki.
2. Apabila suara Angklung menjadi lebih rendah, hendaknya ujung Angklung (sisi B) dipotong sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali.
b. Penyimpanan dan Pemeliharaan Angklung
Untuk dimaklumi bahwa Angklung terbuat dari bahan bambu, konstruksi atau kekuatannya tidak seperti bahan logam, sehingga perlu pemeliharaan dan penyimpanan yang baik. Angklung yang baik terbuat dari bahan bambu yang telah melewati proses quality control yang baik. Lama penyimpanan bambu sebelum diproses menjadi Angklung sedikitnya harus berumur satu tahun. Proses pengeringan bambu ini berfungsi agar Angklung yang dibuat menghasilkan suaranya tepat/nyaring dan tidak mudah terkena hama rayap. Usia Angklung apabila perawatannya baik dapat mencapai 10 tahun.
Berikut adalah langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk memelihara instrument Angklung:
 Begitu Angklung tiba di tempat yang baru, segeralah buka dan gantungkan pada tiang standard yang telah disediakan. Penyimpanan dalam kardus/tempat tertutup lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan perubahan suara dan penjamuran pada bambu.
 Penyimpanan Angklung sebaiknya dengan cara digantung, tidak ditumpuk.
 Penyimpanan Angklung haruslah di tempat kering dan tidak lembab dengan temperatur berkisar 25 – 33 C.
 Jangan simpan Angklung di tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari/hujan secara langsung.
 Untuk memelihara Angklung dari penjamuran dan rayap, gunakan obat anti rayap dan jamur produksi SAU secara teratur 2 minggu sekali dengan proses penyemprotan.
 Untuk menjaga kualitas suara lakukanlah penalaan/re-tuning Angklung secara berkala. Perpindahan Angklung dari tempat kami (Saung Angklung Udjo) ke tempat baru (tempat pembeli) akan sedikit mempengaruhi suara (biasanya naik sekitar 30 Hz), karena kondisi suhu udara tidak sama. Untuk mengatasi hal ini, stem ulang (re-stem) perlu dilakukan.
 Bagi Angklung yang disimpan di daerah panas dengan suhu temperatur >30 C terkadang menyebabkan sedikit retak pada pangkal tabung. Hal ini tidak mengganggu suara, dan penanganannya cukup diberikan lem kayu.



D. MEMAINKAN ANGKLUNG
 Cara Memainkan Angklung
Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut:
1. Cara Memegang Angklung
Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal maka diperlakukan sebaliknya):
 Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas menggetarkan angklung.
 Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul pertemuan dua tiang angklung vertikal dan horisontal (yang berada di tengah), sehingga angklung dipegang tepat di tengah-tengah. Hal ini dapat dilakukan baik dengan genggaman tangan dengan telapak tangan mengahdap ke atas atau pun ke bawah.
 Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh, dengan jarak angklung dari tubuh cukup jauh (siku tangan kiri hampir lurus), agar angklung dapat digetarkan dengan baik dan maksimal.
 Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung (horisontal) dan siap menggetarkan angklung.
2. Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung
Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan cara memegang angklung sebagai berikut:
Angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pada posisi yang lebih dekat ke tubuh, baik dengan cara dimasukkan ke dalam lengan (jika angklung melodi besar atau yang masuk ke dalam lengan pemain) di posisi lengan bawah, atau dimasukkan ke dalam jari tangan kiri sehingga angklung sisanya dapat dipegang juga oleh jari tangan kiri lainnya dan masing-masing angklung dapat dimainkan dengan sempurna dan baik.
3. Cara Membunyikan Angklung
 Angklung digetarkan oleh tangan kanan, dengan getaran ke kiri dan ke kanan, dengan posisi angklung tetap tegak (horisontal), tidak miring agar suara angklung angklung rata dan nyaring.
 Sewaktu angklung digetarkan, sebaiknya dilakukan dengan frekuensi getaran yang cukup sering, sehingga suara angklung lebih halus dan rata.
 Meskipun memainkan angklung bisa sambil duduk, tetapi disarankan pemain memainkan angklung sambil berdiri agar hasil permainan lebih baik.
 Disarankan juga pada saat memulai latihan, dapat dimulai dengan latihan pemanasan, yaitu membunyikan angklung bersama-sama dengan melatih nada-nada pendek dan panjang secara bersama selama tiga sampai lima menit setiap latihan.
 Beberapa Cara Memainkan Angklung
Sekurang-kurangnya terdapat dua cara yang paling umum tentang memainkan alat musik angklung, yaitu dengan digatarkan dan dipukul (dibunyikan putus-putus atau centok). Berikut disampaikan bberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk bermain angklung dengan baik.
1. Menggetarkan Angklung
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.
2. Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)
Angklung tidak digtarkan, melainkan dipukul ujung tabung dasar (horisontal)-nya oleh telapak tangan kanan untuk menghasilkan centok (seperti suara pukulan). Hal ini berguna untuk memainkan nada-nada pendek seperti tanda musik pizzicato.
3. Tengkep
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, tetapi tidak seperti biasanya tabung kecilnya ditutup oleh salah satu jari tangan kiri sehingga tidak berbunyi (yang berbunyi hanya tabung yng besar saja). Hal ini dimaksudkan supaya dapat dihasilkan nada yang lebih halus sesui keperluan musik yang akan dimainkan (misalkan untuk tanda dinamika piano).
4. Nyambung
Seperti disampaikan oleh guru angklung diatonis Bapak Daeng Soetigna, maka dianjurkan untuk membunyikan nada angklung secara nyambung. Hal ini dilkukan dengan teknik sebagai berikut: bila ada dua nada yang dimainkan secara berturutan, maka agar terdengar nyambung maka nada yang dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada kedua mulai dimainkan, nada pertama masih berbunyi sedikit, sehingga alunan nadanya terdengar nyambung dan tidak putus.
5. Dinamika (keras dan pelan)
Sesuai kebutuhan lagu, angklung dapat dimainkan pelan (piano) atas keras (forte). Disarankan untuk kedua jenis dinamika ini sebaiknya frekuensi getaran angklung per detik tetap sama jumlahnya, sedangkan yang berbeda adalah jarak ayunan angklung oleh tangan kanan yang selanjutnya akan menentukan amplituda getaran dan menyebabkan keras atau pelannya lnada yang dimainkan.
 Cara Memainkan Angklung Melodi dan Akompanyemen
Cara bermain angklung di atas ditujukan untuk angklung melodi. Selain angklung melodi, terdapat angklung akompanyemen yang terdiri atas nada akor. Angklung ini dimainkan sesuai akor lagu, dan dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu digetarkan dan ditengkep.

Untuk teknik memainkan angklung akompanyemen dengan metoda centok (pukul), dapat dilakukan bersama dengn alat musik bass (bisa bass petik seperti cello/biola dengan ukuran besar) atau bass pukul (dari tabung angklung berukuran sangat besar). Teknik memainkannya mengikuti pola ritmik lagu seperti misalnya poila waltz ( 0 X X) atau mars ( 0X 0X 0X 0X), dengan keterangan 0 untuk memainkan bass dan X untuk memainkan angklung akompanyemen.

Sebagai catatan tambahan, umumnya angklung akompanyemen mayor terdiri atas empat tabung dengan menyertakan nada septime (7)-nya, sehingga jika dibutuhkn untuk memainkan akor mayor murni maka nada septimenya sebaiknya tidak dimainkan (ditengkep) sesuai keperluan lagu. Angklung ko-akompanyemen adalah angklung akompanymen dengan susunan nada lebih tinggi satu oktaf. Biasanya angklung ini dimainkan bersahutan akompanyemen atau bersamaan dengan angklung akompanyemen, atau dimainkan secara khusus untuk jenis musik tertentu seperti keroncong.
E. NADA DALAM ANGKLUNG
Nada pada Alat Angklung terdiri dari:
 8(Delapan) Nada, yang terdiri dari; Nada c, d, e, f, g, a dan c dengan jumlah keseluruhan 8(delapan) Nada paling tinggi. Khusus untuk angklung jenis ini biasa digunakan untuk anak TK (Taman Kanak-kanak) karena ukurannya yang cukup kecil dan angklung jenis ini merupakan tingkatan nada yang paling/sangat tinggi, tidak ada ukuran angklung lagi yang paling tinggi selain jenis angklung yang ini. Jika ingin digunakan untuk anak SD (Sekolah Dasar) spesifikasinya hampir sama dengan angklung 8(delapan) nada untuk anak TK, hanya saja ukuran(size) angklung lebih besar dari ukuran TK. Angklung ukuran paling besar pada angklung TK, maka pada angklung SD merupakan ukuran paling kecil. Nada di hasilkan pada Angklung SD lebih rendah dari angklung untuk anak TK, semakin kecil angklung maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi dan semakin besar ukuran angklung maka nada yang dihasilkan akan semakin rendah;
 15(Lima Belas) Nada, merupakan penggabungan dari nada TK dan nada SD dijadikan satu, maka akan menghasilkan jumlah dana sebanyak 15 Nada yang terdiri dari; C, D, E, F, G, A, B, C - c, d, e, f, g, a, b, c;
 18(Delapan Belas) Nada, Untuk jumlah nada pada angklung ini hanya diberikan tambahan 3(tiga) buah nada dari angklung 15 nada, yaitu nada G, A, dan B Lebih Rendah;
 22 Nada, Untuk jumlah nada pada angklung ini juga, hanya diberikan tambahan 4(empat) buah nada dari angklung 18 nada, yaitu nada C, D, E dan F Lebih Rendah;
 37 Nada melodi terdiri dari : C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B, - C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B,- C,C#, D,D#, E, F,F#, G,G#, A,A#, B, C;
 42 Nada Melodi Lengkap, hanya diberikan tambahan 5(lima) buah nada yang terdiri dari; Nada G,G# A,A# dan B dari angklung 37 nada.
 43 Nada, khusus untuk angklung jenis ini jumlah nada yang digunakan terdiri dari : 37 nada melodi dan ditambah dengan 6(enam) nada pengiring: G-mayor, F-mayor, C-mayor dan A-minor, D-minor dan E-minor.
 59 Nada, Untuk angklung jenis ini hanya diberikan tambahan nada pengiring yang terdiri dari C7, F7, G7 dan A7 sebagai pelengkap. Pada angklung jenis ini pengiring dibuatkan standar yang terpisah. Sehingga untuk angklung 59 nada terdiri dari; 42 nada melodi dan 17 nada pengiring dengan standar tiang penyangga yang terpisah.
Teori Dasar Diatonis atau Diatonik biasa dikenal dengan nada-nada sebagai berikut: do, re, mi, fa, sol, la, si, do, atua jika menggunakan angka maka akan menjadi 1,2,3,4,5,6,7 Skala diatonik disusun oleh delapan not dalam satu inteval tertentu atau 8 nada dasar biasa disebut dengan kumpulan nada satu oktaf.




Tangga nada pentatonik/pentatonis (pentatonic scale)
Bila ada mendengarkan lagu yang berjudul "My Girl" dari the Temptations atau intro lagunya BIP yang berjudul "1001 Puisi"(bar/birama pertama) misalnya, maka anda sedang mendengarkan tangga nada pentatonik.
Pentatonik berasal dari kata penta(5) dan tonic(nada). Pentatonic dibentuk dengan mengurangkan nada ke 4 dan ke 7 dari struktur oktaf 8 nada. Bila kita ambil C sebagai nada dasarnya, maka notnya akan menjadi C,D,E,G,A
Sedangkan untuk tangga nada pentatonik /pentatonis banyak digunakan dalam alunan musik modern maupun tradisional di berbagai negara di dunia ini. Di Indonesia sendiri, kita dapat membandingkannya dengan alat musik tradisional gamelan dalam alat musik gamelan jawa, mempunyai tangga nada pentatonik, misalnya laras(tangga nada) slendro, dengan bentuk polanya sebagi berikut, yaitu: 1,2,3,5,6 tanpa menggunakan nada 4 (fa) dan 7(do tinggi) disebut dengan ji, ro, lu, mo, nem berulang tiap lima nada, naik atau turun.
A. Pengertian Hukum dan Sumber Hukum Islam
Hukum menurut pengertian bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Menurut istilah ahli usul fikih , hukum adalah khitab atau perintah Allah SWT, yang menuntut mukalaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat) untuk memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal, rukhsah (kemudahan), dan azimah.
Menurut istilah ahli fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntunan syariat, berupa al-wujud, al-mandud, al-hurmah, al-karahah, dan al-ibadah. Sedangkan perbuatan yang dituntut itu wajib, sunnah (mandud), haram, makru, dan mubah.
Maksud hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan saksi yang tegas dan nyata. Dengan demikian sumber hukum islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Hadis. Rasullah SAW bersabda: “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selma kalian berpegangan pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi)
Di samping itu, para ulama fikih menjadikan ijtihad, sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Al-Qur’an dan Hadis.
Dasar hukum ijtihad adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Turmuzi dan Abu Daud yang mngungkapakan dialog Nabi SAW dengan Mu’az bin Jabal, ketika Mu’az akan ditugaskan sebagai Gubernur Yaman.




B. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Al-Qur’an
1. Pengertian
Secara harfiah, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang artinya bacaan atau himpunan. Al-Qur’an berarti bacaan, karena merupakan kitab yang wajib dibaca dan dipelajari. Al-Qur’an berarti himpunan, karena merupakan himpunan firman-firman Allah SWT (wahyu).
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah SWT yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada rasul/nabi terakhir Nabi Muhammad SAW, yang membacanya adalah ibadah.

2. Kedudukan
Al-Qur’an merupakan Sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.
Dalil naqli bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang pertama dan utama antara lain Q.S An-Nisa, 4: 59, Q.S. An-nisa, 4: 105, dan hadis.
بِسْمٍ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa: 59 disebutkan bahwa setiap muslim wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rosul dan kehendak ulil ‘amri yakni orang yg mempunyai “kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran hukum Islam dari dua sumber utamanya yakni Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad.
Hadis yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama dan utama adalah hadis riwayat Turmuzi dan Abu Daud yang berisi dialog, antara Rasulullah SAW dengan sahabatnya Mu’az bin Jabal, gubernur Yaman.
3. Fungsi
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat Islam dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (lihat Q.S. Al-Isra, 17: 9)
Sayid Husein Nasr berkata bahwa Al-Qur’an mempunyai tiga petunjuk bagi manusia:
a) Pertama, adalah ajaran yang memberi pengetahuan tentang berbagai hal baik jagat raya maupun makhluk yg mendiaminya, termasuk ajaran tentang keyakinan atau iman, hukum atau syariat, dan moral atau akhlak.
b) Kedua, Al Quran berisi sejarah atau kisah-kisah manusia zaman dl termasuk kejadian para Nabi, dan berisi pula ttg petunjuk di hari kemudian atau akhirat.
c) Ketiga, Al Quran berisi pula sesuatu yg sulit dijelaskan dgn bahasa biasa karena mengandung sst yg berbeda dgn yg kita pelajari secara rasional.
Al quran terdiri dari 114 surat; 91 surat turun di Makkah dan 23 surat turun di Madinah. Surat yang turun di Makkah dinamakan makiyyah, pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlak, ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah disebut surat Madaniyyah. Pada umumnya surat madaniyyah panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan dan seseorang dengan sesamanya.




C. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Hadis
a. Pengertian
Perkataan hadis berasal dari bahasa Arab yang artinya baru, tidak lama, ucapan, pembicaraan, dan cerita. Menurut istilah ahli hadis yang dimaksud dengan hadis adalah segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, dan takrir (persetujuan Nabi SAW) serta penjelasan sifat-sifat Nabi SAW.
Hadis Nabi SAW, dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Hadis Qauliyah, yaitu hadis yang didasarkan atas segala perkataan dan ucapan Nabi SAW.
b) Hadis/Sunah Fi’liyah, yaitu hadis/sunah yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan Nabi SAW.
c) Hadis/Sunah Takririyah, yaitu hadis yang disandarkan pada persetujuan Nabi SAW atas apa yang dilakukan para sahabatnya.
b. Kedudukan
Para ulama Islam berpendapat bahwa hadis menempati kedudukan pada tingkat kedua sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. Apabila sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslim akan mengalami kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain-lain. Sebab ayat Al Quran dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum dan penjelasan terperinci ada pada sunnah Rasulullah.
Barangsiapa yang tidak mengakui Hadis sebagai sumber hukum Islam atau mengingkarinya, maka ia dianggap ingkar Sunah, dan dinyatakan murad (keluar dari Islam atau kafir). (Coba lihat Q.S. An-Nisaa’, 4: 80)
c. Fungsi
Fungsi atau peranan Hadis di samping Al-Qur’anul Karim adalah:
a) Mempertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an (bayan at-taqriri).
Misalnya yaitu:
1) Hadits “Berpuasalah ketika melihat bulan dan berbukalah krn melihatnya” adalah memperkokoh Q.S. Al-Baqarah, 2: 185.
2) Keharusan berwudu ketika akan mengerjakan salat yang tercantum dalam Surah Al-Maa’idah, 5: 6, diperkuat oleh Hadis Nabi SAW, yang artinya: “Tidak diterima salat seseorang yang berhadas sebelum berwudu.” (H.R. Bukhari)
3) Penegasan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah An-Nisaa’, 4: 48 bahwa syirik itu termasuk dosa besar, telah diperkuat oleh hadis riwayat Muslim. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar? (diucapkan beliau sampai tiga kali), yaitu: menyekutukan Allah (syirik), durhaka pada kedua orangtua, kesaksian palsu, atau berkata dusta.” (H.R. Muslim)
b) Menjelaskan, menafsirkan, dan merinci ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum dan samar (bayan at-tafsir).
Misalnya yaitu:
1) Hadits “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat” adalah merupakan tafsiran dari ayat Al-Qur’an yang umum yaitu “kerjakan shalat”.
2) Allah SWT dalam Al-Qur’an mewajibkan salat lima waktu, tetapi tidak dijelaskan secara detail tentang tata cara pelaksanaannya, syarat-syarat sahnya, rukun-rukunnya, sunah-sunahnya, dan yang membatalkannya. Tata cara pelaksanaan salat yang tidak dijelaskan Al-Qur’an itu, dijelaskan oleh Hadis.
3) Allah SWT dalam Al-Qur’an mewajibkan untuk membayar zakat, tetapi tidak dijelaskan secara detail tentang pelaksanaannya. Pelaksanaan zakat secara detail dijelaskan dalam Hadis (Sunah).
c) Mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an (bayaan at-tasyrii’), namun pada prinsipnya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Misalnya: masalah menggosok gigi (siwak) yang disunahkan oleh Nabi SAW. Hal itu tidak terungkap secara eksplisit dan detail dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an hanya menegaskan masalah kebersihan secara umum.



D. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Ijtihad
a. Pengertian
Menurut pengertian kebahasaan kata ijtihad berasal dari bahasa Arab, yang kata kerjanya “jahada”, yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh. Menurut istilah dalam ilmu fikih, ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan (meng-istinbat-kan) hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadis dengan syarat-syarat tertentu.
Muslim yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Yusuf al-Qardawi (ahli usul dan fikih), menjelaskan bahwa persyaratan pokok untuk menjadi mujtahid adalah: (1)memahami Al-Qur’an dan asbaabun nuzuul-nya (sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an), serta ayat-ayat nasikh (yang menghapus hukum) dan mansukh (yang dihapus), (2) memahami hadis dan sebab-sebab wurudnya (munculnya Hadis-hadis), serta memahami Hadis-hadis nasikh dan mansukh, (3) mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab, (4) mengetahui tempat-tempat ijmak, (5) mengetahui usul fikih, (6) mengetahui maksud-maksud syariat, (7) memahami masyarakat dan adat istiadatnya, dan (8) bersifat adil dan takwa.
Muhammad Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad yang biasa disebut Ar Ra’yu mencakup dua pengertian, yaitu:
a) Penggunaan pikiran untuk menentukan hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Quran dan Sunnah
b) Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau hadits.
c) Kedudukan
Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadis. Hadis yang dapat dijadikan dalil tentang kebolehan berijtihad adalah sabda Rasulullah SAW:

اذا حـكم الـحـاكمُ فاجـتـهـدَ ثُـمَ اصـابَ فـلـهُ اجـرَان و اذا حكم فاجـتـهـدَ ثُـمَ اخـطأ فـلـهُ اجْـرٌ واحِــدٌ
Artinya: “Apabila seorang hakim di dalam menjatuhkan hukum berijtihad, lalu ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ijtihadnya itu salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pada dasarnya yg ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad mungkin berlaku bagi satu orang tapi tidak berlaku bagi orang lain (menyangkut tempat dan waktu). Ijtihad tidak berlaku dalam urusan ibadah mahdhah. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motivasi, akibat, kemaslahatan umum dan kemanfaatan bersama.

b. Fungsi
Fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum sesuatu, yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ditinjau dari segi sejarahnya ijtihad, ijtihad telah dilakukan semenjak Rasulullah SAW masih hidup dan terus berlanjut setelah beliau wafat.
Tidak semua orang dapat berijtihad. Yang dapat menjadi mujtahid adalah:
a) Menguasai bhs Arab utk dpt memahami Al Quran dan kitab-kitab berbahasa Arab
b) Mengetahui isi dan sistem hukum Al Quran dan ilmu utk memahami al quran
c) Mengetahui hadis-hadis hukum dan ilmu-ilmu hadits
d) Menguasai kaidah-kaidah fikih
e) Mengetahui tujuan hukum Islam
f) Jujur dan ikhlas
Persyaratan pokok untuk menjadi mujtahid adalah:
a) Memahami Al-Qur’an dan asbaabun nuzuul-nya (sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an), serta ayat-ayat nasikh (yang menghapus hukum) dan mansukh (yang dihapus)
b) Memahami hadis dan sebab-sebab wurudnya (munculnya Hadis-hadis), serta memahami Hadis-hadis nasikh dan mansukh
c) Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab, mengetahui tempat-tempat ijmak
d) Mengetahui usul fikih, mengetahui maksud-maksud syariat, mengetahui masyarakat dan adat istiadatnya, bersifat adil dan takwa
e) Mendalami ilmu ushuluddin (ilmu tentang akidah Islam), memahami ilmu mantik (logika), dan mengetahui cabang-cabang fikih

Bentuk-bentuk ijtihad yang biasa dipergunakan oleh para mujtahid adalah:
a) ‘Ijma, adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan syariat.
b) Qiyas (ra’yu), yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua hal itu.
c) Istihab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
d) Maslahah Mursalah, yaitu kemaslahatan atau kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar dari keburukan.
e) ‘Urf, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang baik dalam kata-kata atau perbuatan.




E. Hukum Taklifi dan Hukum, Wad’i
1. Pengertian Hukum Taklifi dan Hukum Wad'i, Kedudukannya dan Fungsinya
a. Pengertian
Hukum taklifi menurut bahasa adalah hukum pemberian beban. Sedangkan menurut istilah ialah ketentuan Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, atau berbentuk pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.
Tuntunan Allah untuk melakukan perbuatan, misalnya firman Allah SWT dalam Al-qur'an surah Al-Baqarah, 2: 110.

بِسْمٍ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
ۚالزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلَاةَ وَأَقِيمُوا
Artinya: "Dan dirikanlah shalat dan menunaikan zakat.' (Q.S. Al-Baqarah, 2: 110)

Tuntunan Allah SWT dalam firman-Nya tersebut melahirkan kewajiban untuk mengerjakan salat bagi setiap mukalaf dan kewajiban mengeluarkan zakat, bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
Tuntunan Allah untuk meninggalkan suatu perbuatan, misalnya firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra', 17: 33.
بِسْمٍ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
بِالحَقِّ إِلاَّ اللّهُ حَرَّمَ الَّتِي النَّفْسَ تَقْتُلُواْ وَلاَ

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yangdiharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengansuatu (alasan) yang benar (Q.S. Al-Isra', 17: 33)”
Tuntunan pada ayat tersebut bersifat pasti, yakni dilarang membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah SWT. Jika larangan itu dilanggar, maka pelakunya dianggap berdosa dan pasti akan mendapat hukuman.
Tuntunan Allah SWT mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya, seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Jumu'ah, 62: 10. Yang artinya: “Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (Q. S. Al-Jumu'ah, 62: 10)
Tuntunan untuk mencari rezeki setelah selesai salat Jumat itu, semula merupakan suatu kewajiban. Tetapi karena masalah mencari rezeki itu tidak wajib bagi semua orang, dan tidak wajib pula dilakukan setelah salat Jumat, maka tuntunan Allah SWT yang semula wajib itu, berubah menjadi mubah (boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan).

Pengertian hukum wad'i ialah ketentuan Allah SWT yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu hukum. Misalnya salat menjadi menjadi sebab adanya kewajiban berwudhu terlebih dahulu (Q.S Al-Ma'idah, 5: 6). Adanya kemampuan (Istita'ah) menjadi syarat wajibnya menunaikan ibadah haji (Q.S Ali-'Imran, 3: 97). Adanya perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris, menjadi penghalang dalam hal pembagian harta waris. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh orang muslim mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir (non-muslim) tidak boleh mewarisi harta orang muslim." (H.R. Bukhari dan Muslim)

b. Kedudukan dan Fungsi

Kedudukan dan fungsi hukum taklifi menempati posisi yang utama dalam ajaran Islam, karena hukum taklifi membahas sumber hukum Islam yang utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis dari segi perintah-perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang wajib dikerjakan, larangan-larangan Allah SWT dan Rasul-Nya yang harus ditinggalkan serta berbentuk pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalakannya.
Macam-macam hukum taklifi dan bentuknya itu sebagai berikut:
1) Al-Ijab, yaitu tuntunan secara pasti dari syariat untuk melaksanakan, tidak boleh (dilarang) ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman. Bentuk hukuman dari Al-Ijab ialah wajib (fardu), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan, pelakunya mendapat pahala tetapi apabila ditinggalkan pelakunya dianggap berdosa dan akan mendapat hukuman. Perbuatan fardu ditinjau dari segi orang yang melakukannya dapat dibagi dua macam, yaitu:
(a) Fardu 'Ain, yaitu perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap mukalaf. Contohnya: melaksanakan puasa Ramadhan, salat lima waktu, haji, berbakti pada orang tua.
(b) Fardu Kifayah, yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh salah seoarang anggota masyarakat. Jika perbuatan tersebut telah dikerjakan oleh minimal seorang anggota msyarakat, maka anggota-anggota masyarakatnya tidak dikenai kewajiban. Tetapi apabila tidak dikerjakan oleh seorang pun dari anggota masyarakat, maka seluruh anggota masyarakat dianggap berdosa.

2) An-Nadb, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuata, yang apabila dikerjakan pelakunya akan mendapat pahala, tetapi apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Perbuatan sunah dibagi dua, yaitu:
(a) Sunnah 'Ain, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu. Contohnya Salat sunat rawatib, puasa pada hari senin dan kamis, mengucapkan salam.
(b) Sunnah Kifayah, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh seorang atau beberapa orang dari golongan masyarakat. Contohnya mendo’akan muslim/muslimah yang bersin dengan lafal do’a yarhamukallaah (semoga Allah merahmati Anda).
3) Al-Karahah, ialah sesuatu yang dituntut syar'i kepada mukalaf untuk meninggalkannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti. Bentuk hukum dari Al-Karahah disebut makruh. Orang yang mengerjakan perbuatan makruh dianggap tidak berdosa, dan yang meninggalkannya mendapat pujian dan pahala.
Contohnya memakan makanan berbau seperti pete’ ketika akan bergaul dengan orang lain, dan berjalan ketika azan jum’at.
4) At-Tahrim, yaitu tuntutan syar'i untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti. Bentuk hukuman dari At-Tahrim ialah haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan dianggap berdosa, tetapi apabila ditinggalakan pelakunya akan mendapat pahala.
Contohnya seperti meminum minuman keras yang memabukkan (Q.S. Al-Maaidah, 5: 90), melakukan pencurian (Q.S. Al-Maaidah, 5: 38), durhaka kepada orang tua.
5) Al-Ibahah, yaitu firman Allah SWT yang mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Bentuk hukum dari Al-Ibahah ialah mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalakan. Dikerjakan atau ditinggalkan, pelakunya tidak akan mendapat pahala, dan tidak pula dianggap berdosa.
Contohnya memakan berbagai jenis makanan halal, seperti nasi, sayur-mayur, dan buah-buahan. Memilih warna pakaian untuk menutup aurat.
Bentuk hukum wad'i merupakan ketentuan-ketentuan Allah SWT yang mengatur tentang sebab, syarat, mani' (penghalang), batal (fasid), azimah, dan rukhsah dalam hukum islam.
1. Sebab
Menurut istilah syara' sebab adalah suatu keadaan atau peristiwa yang dijadikan sebagai sebab adanya hukum, dan tidak adanya keadaan atau peristiwa itu, menyebabkan tidak adanya hukum.
Contohnya:
a) Melakukan perjalanan jauh, menjadi sebab dibolehkannya berbuka puasa pada siang hari bulan Ramadhan.
b) Transaksi jual beli menjadi sebab perpindahan hak milik dari penjual kepad pembeli.
2. Syarat
Syarat ialah sesuatu yang dijadikan syar'i (hukum Islam), sebagai pelengkap terhadap perintah syar'i, tidak sah pelaksanaan suatu perintah syar'i, kecuali dengan adanya syarat tersebut.
Contohnya:
a) Berwudhu dengan air suci mensucikan merupakan salah satu syarat sahnya wudhu. Dengan demikian berwudhu dengan air yang bernajis (tidak sah), maka wujudnya dianggap tidak sah. Bahkan berwudhu dengan air kopi dan susu (air suci tetapi tidak menyucikan), juga dihukumi tidak sah.
b) Menutup aurat merupakan salah satu syarat sahnya salat. Dengan demikian orang yang salat dalam keadaan telanjang atau terbuka auratnya, maka salatnya dianggap tidak sah.
3. Mani' (Penghalang)
Adalah suatu keadaan atau peristiwa yang ditetapkan syar'i menjadi penghalang bagi adanya hukum atau membatalkan hukum.
Contohnya najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang mengerjakan salt menjadi penghalang bagi sahnya salat (salatnya batal).
4. Azimah dan Rukhsah
Azimah ialah peraturan Allah SWT yang asli dan tersurat pada nas (Al-Qur'an dan Hadis) dan berlaku umum.
Contohnya kewajiban salat lima waktu dan puasa Ramadhan, haramnya memakan bangkai, darah, dan daging babi.
Rukhsah ialah ketentuan yang disyariatkan oleh Allah SWT sebagai keringanan yang diberikan kepada mukalaf dalam keadaan-keadaan khusus.
Contohnya bagi orang yang dalam perjalanan jauh diberi keringanan (rukhsah) untuk mengerjakan salat Zuhur di waktu asar dan salat Magrib di waktu isya (jamak ta’khir).





2. Penerapan Hukum Taklifi dan hukum wad'i dalam Kehidupan Sehari-hari.
Seorang muslim atau muslimah yang merapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari tentu salama hidup di alam dunia ini akan senantiasa melaksanakan perintah Allah SWT yang hukumnya wajib, meninggalkan segala larangan Allah SWT yang hukumnya haram, dan lebih baik lagi kalau mengerjakan anjuran Allah SWT dan rasul-Nya yang hukumnya sunah dan meninggalkan larngan larangan-Nya yang hukumnya makruh. sedangkan hal-hal yang hukumnya mubah, seorang muslim dan muslimah boleh mengerjakannya dan boleh tidak, karena baginya tidak ada pahala dan tidak ada dosa.
Seorang muslim dan muslimah yang menerapkan hukum wad'i, tentu akan senantiasa menghambakan diri (beribadah) kepada Allah SWT dengan dilandasi niat urang karena Allah SWT dan sesuai dengan ketentuan syara', yakni terpenuhi syarat syarat sahnya, rukun rukunnya, dan terpelihara dari hal hal yang membatalkannya.
Beruntunglah muslim atau muslimah yang menerapkan hukum traklifi dan hukum wad'i dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia menjadi seoarang yang bertakwa kepada Allah SWT. Sedangkan Seorang Muslim/Muslimah yang betul-betul bertakwa, tentu akan memperoleh rida dan rahmat Allah SWT, serta kebaikan-kebaikan yang banyak, baik di alam dunia yang fana ini maupun di alam akhirat kelak. (Lihat Q.S. An-Nur, 24: 52)
بِسْمٍ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah danrasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwakepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yangmendapat kemenangan.”
Yang dimaksud dengan takut kepada Allah ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.



REFERENSI

 Ali Zainuddin, 2006, Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika
 Nugraheni, Desti Budi. Sumber-Sumber Hukum Islam
 http://www.teguhsantoso.com/2011/07/hukum-islam-pengertian-dan-sumbernya.html#ixzz1mMJ3xAco
 www.wikipedia.com
 Haludhi, Khuslan dan Sa’id, Abdurrohman. 2004. Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan Agama Islam untuk Kelas 1 SMA. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.