Mereka
segera menanyakan kepada Khabbab: “Sudah selesaikah pedang-pedang kami
itu, hai Khabbab?” Sementara itu air mata Khabbab sudah kering, dan pada
kedua matanya tampak sinar kegembiraan, dan seolah-olah berbicara
dengan dirinya sendiri, katanya: “Sungguh, keadaannya amat mena’jubkan!”
Orang-orang
itu kembali bertanya kepadanya:”Hai Khabbab, keadaan mana yang kamu
maksudkan …? Yang kami tanyakan kepadamu adalah seal pedang kami, apakah
sudah selesai kamu buat … ?”Dengan pandangannya yang menerawang
seolah-olah mimpi, Khabbab lain bertanya: “Apakah tuan-tuan sudah
melihatnya …? Dan apakah tuan-tuan sudah pernah mendengar ucapannya
Mereka
saling pandang diliputi tanda tanya dan keheranan …. Dan salah seorang
di antara mereka kembali bertanya, kali ini dengan suatu muslihat,
katanya: “Dan Bamu, apakah kamu sudah melihatnya, hai Khabbab … ?”
Khabbab menganggap remeh siasat lawan itu, maka ia berbalik bertanya: “Siapa maksudmu … ?”
“Yang saya tuju ialah orang yang kamu katakan itu!” ujar orang tadi dengan marah.
Maka Khabbab memberikan jawabannya setelah memperlihatkan kepada mereka bahwa ia tak dapat dipancing-pancing.
Jika
ia mengakui keimanannya sekarang ini di hadapan mereka, bukankah karena
hasil muslihat dan termakan umpan mereka, tetapi karena ia telah
meyakini kebenaran itu serta menganutnya, dan telah mengambil putusan
untuk menyatakannya secara terus terang …. Maka dalam keadaan masih
terharu dan terpesona serta kegembiraan jiwa dan kepuasannya,
disampaikanlah jawaban, katanya:
“Benar…, saya telah melihat dan mendengarnya… !
Saya saksikan kebenaran terpancar daripadanya, dan cahaya bersinar-sinar dari tutur katanya …. !”
Sekarang
orang-orang Quraisy pemesan senjata itu mulai mengerti, dan salah
seorang di antara mereka berseru: “Siapa dia orang yang kau katakan itu,
hai budak Ummi Anmar …?”
Dengan ketenangan yang hanya dimiliki oleh orang suci, Khabbab menyahut:
“Siapa lagi, hai Arab shahabatku …, siapa lagi di antara kaum anda yang
daripadanya terpancar kebenauan, dan dari tutur katanya bersinar-sinar
cahaya selain ia seorang. ..?”
Seorang lainnya yang bangkit terkejut mendengar itu berseru pula: “Rupanya yang kamu maksudkan ialah Muhammad…”.
Khabbab menganggukkan kepalanya yang dipenuhi kebanggaan serta katanya:
“Memang, ia adalah utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan kita dari
kegelapan menuju terang benderang Dan setelah itu Khabbab tidak ingat
lagi apa yang diucapkannya, begitu pun apa yang diucapkan orang
kepadanya. · · · Yang diingatnya hanyalah bahwa setelah beberapa saat
lamanya ia sadarkan diri dan mendapati tamu-tamunya telah bubar dan tak
ada lagi, sedang tubuh bengkak-bengkak dan tulang-ulangnya terasa sakit,
dan darahnya yang mengalir melumuri pakaian dan tubuhnya.
Kedua
matanya memandang berkeliling dengan tajam …, kiranya tempat itu amat
sempit untuk dapat melayani pandangan tembusnya. Maka dengan menahan
rasa sakit, ia bangkit menuju tempat yang lapang, dan di muka pintu
rumahnya ia berdiri sambil bersandar pada dinding, sedang kedua matanya
yang mulia berkelana panjang menatap ufuk lalu berputar ke arah kanan
kiri ….
Dan tiadalah ia berhenti sampai jarak
yang biasa dikenal oleh manusia, tetapi ia ingin hendak menembus jarak
jauh yang tidak terjangkau ….
Memang …. , kedua
matanya itu ingin menyelidiki kejauhan yang tidak terjangkau dalam
kehidupannya, begitu pun dalam kehidupan orang-orang di kota Mekah,
orang-orang di setiap tempat serta pada segala masa umumnya ….
Wahai,
mungkinkah pembicaraan yang didengarnya dari Muhammad saw pada hari
itu, merupakan cahaya yang dapat menerangi jalan menuju kejauhan ghaib
dalam kehidupan seluruh ummat manusia…?
Demikianlah
Khabbab tnggeam dalam renungan tinggi dan pemikiran mendalam, dan
setelah itu ia kembali masuk rumahnya untuk membalut luka tubuhnya dan
mempersiapkannya untuk menerima siksaan dan pend~ritaan baru ….! Dan
mulai saat itu Khabbab pun mendapatkan kedudukan yang tinggi di antara
orang-orang yang tersiksa dan teraniaya … ! Didapatkannya kedudukan itu
di antara orang-orang yang walau pun mereka miskin dan tak berdaya,
tetapi berani tegak menghadapi kesombongan Quraisy, kesewenangan dan
kegilaan mereka Diperolehnya kedudukan yang mulia itu di antara
orang-orang yang telah memancangkan dalam jiwanya tiang bendera yang
mulai berkibar di ufuk luas sebagai pernyataan tenggelamnya masa
pemujaan berhala dan kekaisaran. la berdampinjian dengan orang yang
menyampaikan berita gembira munculnya kejayaan Agama Allah, yakni Tuhan
satu-satunya yang berhak diibadahi dan segala peraturannya dengan ikhlas
ditaati, serta menyampaikan tibanya saat jaya bagi orang tertindas yang
tidak berdaya.
Ia akan duduk sama rendah
berdiri sama tinggi di bawah bendera tersebut dengan orang-orang yang
tadinya telah memeras dan menganiayanya.. . .
Dan dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagal seouang perintis.
“Berkatalah Sya’bi: Khabbab mcnunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit
pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka
menindihkan batu membara ke punggunb’nya, hingga terbakarlah dagingnya …
!”
Kafir Quraisy telah merubah semua besi yang
terdapat di rumah Khabbab yang dijadikannya sebagai bahan baku untuk
membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu mereka masukkan
ke dalam api hingga menyala dan merah membara, kemudian mereka lilitkan
ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab · · · Dan pernah pada
suatu hari ia pergi bersama kawan-kawannya sependeritaan menemui
Rasulullah saw. tetapi bukan karena kecewa dan kesal atas pengorbanan,
hanyalah karena ingin dan mengharapkan keselamatan, kata mereka:
“Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memintakan pertolongan bagi kami … ?”
Yah, marilah kita dengarkan Khabbab menceritakan langsung kepada kita kisah itu dengan kata-katanya sendiri:
“Kami
pergi mengadu kepada Rasulullah saw. yang ketika itu sedang tidur
berbantalkan kain burdahnya di bawah naungan Ka’bah. Permohonan kami
kepadanya.· “Wahai Rasulullah, tidakkah anda hendak memohonkan kepada
Allah pertolongan bagi hami…?” Rasulullah saw pun duduk, mukanya jadi
merah, lalu sabdanya: “Dulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang
disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher ke atas, lalu diambil sebuah
gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian itu tidak
sedikit pun dapal memalingkannya dari Agamanya … ! Ada pula yang disikat
antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak dapat
menggoyahkan keimanannya …. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal
tersebut, hingga setiap pengembara yang bepergian dari Shan’a ke
Hadlramaut, tiada takut kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla, walaupun
serigala ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian
terburu-buru……!!”
Khabbab dengan kawan-kawannya
mendengarkan kata-kata itu, bertambahlah keimanan dan.keteguhan hati
mereka,dan masing-masing mereka berikrar akan membuktikan kepada Allah
dan Rasul-Nya hal yang diharapkan dari mereka, ialah ketabahan,
keshabaran dan pengurbanan.
Demikianlah Khabbab
menanggung penderitaan dengan shabar, tabah dan tawakkal. Orang-orang
Quraisy terpaksa meminta bantuan Ummi Anmar, yakni bekas majikan Khabbab
yang telah membebaskannya dari perbudakan. Wanita tersebut akhirnya
turun tangan dan turut mengambil bagian dalam menyiksa dan menderanya.
Wanita
itu mengambil besi panas yang menyala, lalu menaruhnya di atas kepala
dan ubun-ubun Khabbab, sementara Khabbab menggeliat kesakitan. Tetapi
nafasnya ditahan hingga tidak keluar keluhan yang akan menyebabkan
algojo-algojo tersebut merasa puas dan gembira… !
Pada
suatu hari Rasulullah saw lewat di hadapannya, sedang besi yang membara
di atas kepalanya membakar dan menghanguskannya, hingga kalbu
Rasulullah pun bagaikan terangkat karena pilu dan iba hati ….
Tetapi
apa yang dapat diperbuat oleh Rasulullah saw untuk menolong Khabbab
waktu itu … ? Tidak ada …, kecuali meneguhkan hatinya dan mendu’akannya
…. ! Pada saat itu Rasulullah mengangkat kedua belah telapak tangannya
terkembang ke arah langit, sabdanya memohon:
“Ya Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu hepada Khabbab!”
Dan
kehendak Allah pun berlakulah, selang beberapa hari Ummi Anmar menerima
hukuman qishas, seolah-olah hendak dijadikan peringatan oleh Yang Maha
Kuasa balk bagi dirinya maupun bagi algojo-algojo lainnya. Ia diserang
oleh semacam penyakit panas yang aneh dan mengerikan. Menurut keterangan
ahli sejarah ia melolong seperti anjing.
Dan
dinasihatkan orang mengenai dirinya bahwa satu-satunya jalan atau obat
yang dapat menyembuhkannya ialah menyeterika kepalanya dengan besi
menyala … ! Demikianlah kepalanya yang angkuh itu menjadi sasaran besi
panas, yang disetrikakan orang kepadanya tiap pagi dan petang
Jika
orang-orang Quraisy hendak mematahkan keimanan dengan siksa maka
orang-orang beriman mengatasi siksaan itu dengan pengurbanan …. ! Dan
Khabbab adalah salah seorang yang dipilih oleh taqdir untuk menjadi guru
besar dalam ilmu tebusan dan pengurbanan ….Boleh dikata seluruh waktu
dan masa hidupnya dibaktikannya untuk Agama yang panji-panjinya mulai
berkibar….
Di masa-masa da’wah pertama, Khabbab
r.a. tidak merasa cukup dengan hanya ibadat dan shalat semata, tetapi ia
juga memanfaatkan kemampuannya dalam mengajar. Didatanginya rumah
sebagian temannya yang beriman dan menyembunyikan keislaman mereka
karena takut kekejaman Quraisy, lalu dibacakannya kepada mereka
ayat-ayat al-Quran dan diajarkannya. Ia mencapai kemahiran dalam belajar
al-Quran yang diturunkan ayat demi ayat dan surat demi surat. Abdullah
bin Mas’ud meriwayatkan mengenai dirinya, bahwa Rasuiullah saw pernah
bersabda: “Barangsiapa ingin membaca al-Quran tepat sebagaimana
diturunkan, hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Ummi ‘Abdin!” …,hingga
Abdullah bin Mas’ud menganggap Khabbab sebagai tempat bertanya mengenai
soal-soal yang bersangkut paut dengan al-Quran, baik tentang hafalan
maupun pelajarannya.
Khabbab adalah juga yang
mengajarkan al-Quran kepada Fathimah binti Khatthab dan suaminya Sa’id
bin Zaid ketika mereka dipergoki oleh Umar bin Khatthab yang datang
dengan pedang di pinggang untuk membuat perhitungan dengan Agama Islam
dan Rasulullah saw. Tetapi demi dibacanya ayat-ayat alQuran yang
termaktub pada lembaran yang dipergunakan oleh Khabbab untuk mengajar,
ia pun berseru dengan suaranya yang barkah: “Tunjukkan kepadaku di mana
Muhammad saw…..”
Dan ketika Khabbab mendengar ucapan Umar itu, ia pun segera keluar dari tempat persembunyiannya, serunya:
“Wahai
Umar! Demi Allah, saya berharap kiranya kamulah yang telah dipilih oleh
Allah dalam memperkenankan permohonan Nabi-Nya saw. Karena kemarin saya
dengar ia memohon:
“Ya Allah, Kuathanlah Agama
Islam dengan salah seorang di antara dua lelaki yang lebih Engkau sukai:
Abul Hakam bin Hisyam dan Umar bin Khatthab … !”
Umar
segera menyahut: “Di mana saya dapat menemuinya sekarang ini, hai
Khabkab?” “Di Shafa”, ujar Khabbab, “yaitu di rumah Arqam bin Abil
Arqam”. Maka pergilah Umar mendapatkan keuntungan yang tidak terkira,
menemui awal nasibnya yang bahagia
Khabbab ibnul
Arat menyertai Rasulullah saw. dalam semua peperangan dan
pertempurannya, dan selama hayatnya ia tetap membela keimanan dan
keyakinannya….
Dan ketika Baitulmal melimpah
ruah dengan harta kekayaan di masa pemerintahan Umar dan Utsman
radliyallahu ‘anhuma, maka Khabbab beroleh gaji besar, karena termasuk
golongan Muhajirin yang mula pertama masuk Islam.
Penghasilannya
yang cukup ini memungkinkannya untuk membangun sebuah rumah di Kufah,
dan harta kekayaannya disimpan pada suatu tempat di rumah itu yang
dikenal oleh para shahabat dan tamu-tamu yang memerlukannya, hingga bila
di antara mereka ada sesuatu keperluan, ia dapat mengambil uang yang
diperlukannya dari tempat itu ..
Walaupun
demikian, Khabbab tak pernah tidur nyenyak dan tak pernah air matanya
kering setiap teringat akan Rasulullah saw dan para shahabatnya yang
telah membaktikan hidupnya kepada Allah. Mereka beruntung telah
menemui-Nya sebelum pintu dunia dibukakan bagi Kaum Muslimin dan sebelum
harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka.
Dengarkanlah
pembicaraannya dengan para pengunjung yang datang menjenguknya ketika
ia r.a.· dalam sakit yang membawa ajalnya. Kata mereka kepadanya:
“Senangkanlah hati anda wahai Abu Abdillah, karena anda akan dapat
menjumpai teman-teman sejawat anda..;. !”
Maka ujarnya sambil menangis:
“Sungguh,
saya tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi tuan-tuan telah
mengingatkan saya kepada para shahabat dan sanak saudara yang telah
pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebeiuin
mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga … ! Sedang kita
.., kita masih tetap hidup dan beroleh kekayaan dunia, hingga tak ada
tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”
Kemudian
ditunjuknya rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu
ditunjuknya pula tempat untuk menaruh harta kekayaan, serta katanya:
“Demi Allah, tak pernah saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya halanginya terhadap yang meminta…. !”
Dan
setelah itu ia menoleh kepada kain kafan yang telah disediakan orang
untuknya. Maka ketika dilihatnya mewah dan berlebih-lebihan, katanya
sambil mengalir air matanya:
“Lihatlah ini kain kafanku ……..!
Bukankah
kain kafan Hamzah paman Rasulullah saw ketika gugur sebagai salah
seorang syuhada hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika ditutupkan
ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, sebaliknya bila ditutupkan
ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya…. ?”
Khabbab
berpulang pada tahun 37 Hijriah. Dengan demikian ahli membuat pedang di
masa jahiliyah telah tiada lagi. Demikian halnya guru besar dalam
pengabdian dan pengurbanan dalam Islam telah berpulang
Laki-laki
yang termasuk dalam jama’ah yang diturunkan al-Quran untuk membelanya,
dan yang dilindungi sewaktu sebagian para bangsawan Quraisy menuntut
agar Rasulullah saw menyediakan untuk menerima mereka pada suatu hari
tertentu, sedang bagi orang-orang miskin seperti Khabbab, Shuhaib dan
Bilal suatu hari tertentu pula ….
Kiranya
al-Quranul Karim merangkul laki-laki hamba Allah itu dengan penuh
kemuliaan dan kehormatan, sementara ayat-ayatnya berkumandang menyatakan
kepada Rasul yang mulia seperti berikut:
Dan
janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya sepanjang
pagi dan petang, mereka itu mengharap keridhaan-Nrya … ! Enghau sedikit
pun tidak diminta pertanggungjauraban yang menjadi perhitungan bagi
mereka. Begitu pun perhitungan bagimu tidah akan dimintakan tanggung
jawab mereka sedihit pun. Apabila engkau mengusir mereka, pasti engkau
termasuk orang-orang dhalim.
Demihianlah Kami
uji sebagian mereka dengan sebagian lainnya, sehingga mereka berkata:
Itukah orang-orang yang diberi karunia oleh Allah di antara kita … ?
(Allah berfirman): Tidakkah Allah lebih mengetahui orang-orang yang
bersyuhur… ?
Dan jika datang kepadamu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, ucapkanlah kepada mereka:
Selamat bahagia bagi kalian, Tuhan kalian telah mewajibkan diri-Nya rasa kasih sayang…. ! (Q.S. 6 al-An’am: 52 – 54)
Demikianlah
setelah turunnya ayat ini, maka Rasulullah saw. amat memuliakan mereka,
dibentangkannya untuk mereka kainnya, dan dirangkulrya bahu mereka
serta sabdanya:
“Selamat datang bagi orang-orang yang dirihu diberi washiat oleh Allah untuk memperhatikan mereka !”
Sungguh, salah seorang putera terbaik dari masa wahyu dan generasi pengurbanan telah wafat
Mungkin
kata-kata terbaik yang kita ucapkan untuk melepas tokoh ini, ialah apa
yang diucapkan oleh Imam Ali karamallahu wajhah ketika ia kembali dari
perang Shiffin dan kebetulan pandangannya jatuh atas sebuah makam yang
basah dan segar, maka tanyanya: “Makam siapa ini … ?” “Makam Khabbab”,
ujar mereka. Maka lama sekali ia merenunginya dengan hati khusyu’ dan
duka, lain katanya:
“Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Khabab…….!
Yang dengan ikhlas menganut Islam dengan penuh semangat……
Mengikuti hijrah semata-mata karena taat……
Seluruh hidupnya dibaktikan dalam perjuangan membasmi ma’siat….”
Wallau A'lam...